Laman

Monday, December 3, 2007

Tolak Rencana Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Share

Dalam beberapa dekade terakhir, sistem yang diterapkan (baca: kapitalisme) pemerintah Indonesia telah memperlihatkan tanda-tanda usang dan koyak. Hal ini membuktikan ketidakberdayaan Indonesia di hadapan negara-negara besar pengusung ideologi tersebut (dalam hal ini AS dan sekutunya). Kini, sudah nampak jelas arah dan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia (yang dipimpin oleh SBY-JK) ternyata merupakan kepanjangan dari agenda kapitalisme/neo liberalis global. Indonesia benar-benar telah terjebak dan terperosok di dalamnya sehingga jangan lah heran ketika rakyatlah yang akan menjadi objek penderita, melengkapi penderitaan yang telah dipikulnya.


Liberalisasi pertanian (termasuk impor beras), privatisasi BUMN, pengurangan dan penghapusan subsidi (pendidikan), kenaikan harga BBM, bahkan terakhir, pemerintah berencana untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) dan pasti diikuti kenaikan-kenaikan harga selanjutnya, merupakan “amanat” yang telah diberikan kapitalisme bagi Indonesia. Hal ini sangat wajar, apabila kita melihat betapa mesranya hubungan pemerintah Indonesia dengan lembaga/organisasi global, seperti IMF, Bank Dunia dan WTO.

Alasan Kenaikan TDL
Rencananya, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) akan diberlakukan paling cepat awal Februari dan paling lambat awal April 2006. Meskipun masih simpang-siur dan diperdebatkan oleh berbagai pihak (termasuk Komisi VII DPR RI), kenaikan tarif tersebut berkisar antara 7-83% untuk golongan rumah tangga dan 100% untuk golongan industri. Jumlah yang sangat menyengsarakan rakyat! Ibarat petinju, belum sembuh memar dan bengkaknya (ingat kenaikan harga BBM akhir tahun lalu), sudah mendapatkan pukulan lagi (kenaikan tarif dasar listrik) maka bagaimana lagi rakyat harus bernapas?

Rencana kenaikan TDL tahun ini ataupun tahun sebelumnya sebenarnya telah direncanakan PLN sejak tahun 2001 dengan alasan untuk mencapai Return of Rate (RoR) PT PLN dan untuk mencapai tarif ke-ekonomian pada tahun terakhir ini. Setidaknya ada lima alasan kenaikan TDL pada tahun 2003, salah satunya adalah biaya penyediaan tenaga listrik dalam rupiah naik karena kenaikan harga bahan bakar dan sebagai tahapan kenaikan pada tahun 2005/2006.

Dengan alasan kenaikan pada tahun sebelumnya, seharusnya pemerintah sadar dan mengambil pelajaran bahwa misalnya dengan naiknya harga bahan bakar akan berdampak pada kenaikan harga-harga lainnya, termasuk TDL. Begitu juga pelajaran lain, misalnya pemerintah seharusnya mempersiapkan kemungkinan tenaga alternatif bahan bakar yang bisa dikembangkan.

Alasan utama yang diutarakan oleh pemerintah tentang perlunya kenaikan tarif dasar listrik (TDL) adalah kenaikan harga BBM yang menyebabkan anggaran PLN membengkak. Hal ini terkait pula dengan pengurangan subsidi dari APBN yang hanya Rp.15 triliun (plus Rp.2 triliun sebagai cadangan) sedangkan anggaran PLN sendiri mencapai Rp.38 triliun. Defisit yang terjadi (Rp.21 triliun) harus segera diatasi kalau PLN tidak mau gulung tikar. Karena pemerintah tidak mau bersusah payah maka jalan pintasnya, ya menaikkan tarif dasar listrik. Landasan kenaikan harga BBM (yang diikuti oleh kenaikan TDL) sebagai cara untuk menutupi defisit APBN sungguh alasan yang sangat dangkal dan tidak rasional.

Dampak Kenaikan TDL
Seandainya saja tarif dasar listrik jadi dinaikkan, maka berbagai kesengsaraan rakyat semakin nyata. Tak pelak lagi, banyak pabrik yang akan gulung tikar (bahkan KADIN pun akan memboikot bila ada kenaikan TDL) yang akan berdampak pada PHK dan pengangguran pun semakin bertambah, pemutusan aliran listrik bagi rakyat yang tidak mampu membayar tarif dasar listrik (TDL) yang akan menurunkan taraf kesejahteraan dan kesehatan rakyat tsb, di samping harga sembako dan kebutuhan lainnya yang semakin menggila. Dan rakyat pun akan semakin sulit untuk sekedar bernapas. Tentu tidak rasional dan tidak mencerminkan pemerintahan yang peduli serta beritikad untuk melayani rakyat bila tidak mau mengambil pelajaran yang telah lalu.

Sebenarnya, ada beberapa alternatif solusi atas permasalahan ini, yaitu merevisi APBN secara mendasar (terutama pada sisi pengeluaran), penghentian pembayaran bunga utang ribawi, menyita harta koruptor BLBI sebesar Rp 215 triliun, memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya alam yang sangat melimpah tanpa pihak asing dan swasta, mengelola secara optimal BUMN-BUMN yang ada (dengan cara-cara profesional dan efisien) serta jauh dari intervensi privatisasi, menolak privatisasi terhadap sumber daya alam yang menjadi milik bersama, optimalisasi bahan bakar alternatif pengganti minyak (seperti bio-diesel), dll.

Penyelesaian praktis ini, tidak akan bertahan lama (baca: langgeng dan barokah) bila pemerintah Indonesia tidak sesegera mungkin mengubah landasan yang menjadi penerapan perekonomian kapitalisme-neo liberalis dengan sistem yang telah dicontohkan Islam melalui Daulah Khilafah Islamiyyah yang sesuai dengan metode kenabian.

Hal ini semakin meyakinkan kita bahwa Kapitalisme global telah berhasil menyengsarakan kita. Untuk itu, diperlukan perlawanan terhadap kapitalisme yang tiada lain adalah Islam. Berbagai aturan tentang kehidupan telah terangkum dalam Islam, termasuk dalam distribusi kekayaan seperti yang telah difirmankan Allah SWT: “…harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” (TQS. Al-Haysr; 59: 7) dan pengaturan listrik dan BBM. Islam memandang bahwa BBM dan listrik adalah milik umum (baca: rakyat) dan tidak boleh dimiliki oleh sebagian kalangan, apalagi para pemilik modal. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah saw: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang gembalaan, dan api; harga ketiganya (menjualnya) adalah haram”. (HR. Ibn Majah).

Di manakah peran negara dalam masalah ini? Nah, tugas negara hanya untuk mengelolanya saja secara efektif dan hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat secara gratis. Inilah aturan Islam yang sudah sangat jelas sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menetramkan jiwa. Maka besiaplah para pemimpin dzalim yang memimpin rakyatnya sedang rakyatnya tidak ridho atas kebijakan yang dibuat pemimpin tersebut, maka Allah SWT pun tidak ridho atas mereka, sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw: “Siapa saja yang menjadi pemimpin yang mengurusi urusan kaum muslimin, kemudian ia meninggal sedang ia berbuat curang -dzalim- terhadap mereka, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (HR.Bukhari- Muslim). Naudzubillahi min dzalik !!!

Melihat berbagai fenomena di atas, maka kami Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan wilayah Jawa Barat menyerukan:

1. Tolak segala kebijakan yang akan memberatkan rakyat dan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti kebijakan impor beras serta kenaikan TDL

2. Hentikan privatisasi di berbagai sektor publik dan menolak kapitalisasi di bidang ekonomi serta segala aspek lainnya.

3. Kembalikan pemanfaatan hasil sumber daya alam seutuhnya untuk kepentingan rakyat.

4. Kembali pada syrai’at Islam dalam menyelesaikan berbagai problematika umat dan menegakkan kembali kepemimpinan Islam, yaitu Khilafah Islamiyyah.

Wallahu’alam bish-showab

Ketua Umum
Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pembebasan
Wilayah Jawa Barat
Dedi Zamzami (022-91169911)

No comments: