Laman

Sunday, May 29, 2011

Inilah Draft RUU Intelijen yang Dikritisi Banyak Ormas Islam

Share

GEMA Pembebasan. RUU Intelijen yang sedang dalam penggodokan anggota DPR, terdapat definisi yang tidak jelas sehingga menimbulkan multi tafsir. Dalam diskusi yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia, Kamis (7/4/2011), ormas Islam mengkritisi draft RUU itu.

Berikut Draft RUU Intelijen yang dikritisi ormas-ormas Islam.
Pertama, terdapat kalimat yang tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga berpeluang menjadi pasal karet. Seperti frase "ancaman nasional" dan "keamanan nasional". Juga frase "musuh dalam negeri", tidak jelas siapa dan apa kriterianya.

Rumusan yang tidak jelas cenderung multitafsir sehingga sangat mungkin disalahgunakan. Bisa jadi, sikap kritis atas kebijakan pemerintah akan dibungkam dengan dalih mengancam "keamanan nasional" dan stabilitas, serta dianggap musuh "dalam negeri".

Kedua, dalam pasal 31 disebutkan, bahwa Lembaga Intelejen memiliki kewenangan untuk melakukan intersepsi (penyadapan) terhadap komunikasi dan/atau dokumen elektronik, serta pemeriksaan aliran dana yang diduga kuat terkait dengan kegiatan terorisme, separatis, spionase, subversi, sabotase dan kegiatan atau yang mengancam keamanan nasional.

Di dalam penjelasan dikatakan, intersepsi itu bisa dilakukan tanpa ketetapan Ketua Pengadilan. Bahkan di ayat 4, pasal yang sama, Bank Indonesia, Bank, PPATK, lembaga keuangan bukan bank, dan lembaga jasa pengiriman uangan, wajib memberikan informasi kepada LKIN atau BIN.

Pemberian wewenang penyadapan tanpa izin pengadilan akan menjadi pintu penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi penyadapan itu didasarkan pada alasan yang definisi, kriteria, dan tolak ukurnya tidak dijelaskan, kabur dan multi tafsir sehingga bisa bersifat subjektif dan tergantung selera.

Akibatnya secara implisit setiap personel intelejen berhak melakukannya. Pemberian wewenang intersepsi tanpa izin pengadilan ini bisa menyebabkan terjadinya penyadapan secara liar dan warga akan terancam hak privasinya.

Ketiga, dalam RUU itu diusulkan pemberian wewenang kepada BIN untuk melakukan penangkapan dan pemeriksaan intensif (interogasi) paling lama 7X24 jam. Usulan itu sama saja memberi wewenang intel BIN untuk mengambil orang yang dicurigai, tanpa surat perintah, tanpa diberitahu tempat dan materi interogasi, tanpa pengacara dan tanpa diberitahukan kepada keluarganya.

Keempat, dalam RUU tidak ada mekanisme pengaduan dan gugatan bagi individu yang merasa dilanggar haknya oleh lembaga intelejen. Rakyat berpotensi menjadi korban tanpa ruang untuk mendapatkan keadilan.

Kelima, RUU Intelejen tidak mengatur dengan jelas mekanisme kontrol dan pengawasan yang tegas, kuat, dan permanen terhadap semua aspek dalam ruang lingkup fungsi dan kerja intelejen (termasuk penggunaan anggaran). Akibatnya, intelejen akan menjadi "super body" yang bisa melakukan apapun tanda kendali.

Artinya, negara menjadi kian sadis pada rakyatnya, inilah yang harus dikritisi.

No comments: